warga purbalanjar
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Dianggap Bukan Kekayaan Budaya

Go down

Dianggap Bukan Kekayaan Budaya Empty Dianggap Bukan Kekayaan Budaya

Post  denmasgoesyono Tue Mar 25, 2008 9:31 pm

Soto

Dianggap Bukan Kekayaan Budaya Soto_s11

Kapan soto mulai ada di Indonesia? Bagaimana asal-usulnya? Siapa yang pertama membuatnya? Sebaiknya, simpan saja pertanyaan-pertanyaan itu, sebab kemungkinan besar tidak ada yang bisa menjawabnya dengan pasti. Para ahli kuliner sekaliber Tuti Soenardi, Bondan Winarno, dan William Wongso pun mengaku tidak tahu asal usul soto. Tuti menceritakan, dia pernah berusaha menelusuri sejumlah makanan khas Indonesia, termasuk soto. Namun, hasilnya nihil.

”Saya tanya ke beberapa jaringan saya di daerah, mereka tidak tahu,” kata pengasuh rubrik kuliner di berbagai media massa itu. Bondan Winarno, presenter acara kuliner tradisional yang terkenal memiliki pengetahuan luas, juga angkat tangan untuk menjelaskan riwayat soto. ”Riwayatnya memang kabur, sama seperti makanan Indonesia lainnya,” katanya melalui surat elektronik.

William Wongso, pakar kuliner yang lain lagi, juga berucap, ”Wah, saya tidak punya data mengenai asal usul soto.” Para ahli kuliner itu baru bisa menebak-nebak kemungkinan asal usul soto. Tuti Soenardi mengatakan, kemungkinan soto berasal dari Jawa kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Setelah itu, soto berkembang dengan berbagai variasinya dan dengan nama baru.

”Kita lihat soto banjar itu mirip dengan soto ayam jawa timur, tapi ini baru kemungkinan karena hingga sekarang belum ada penelitian mengenai riwayat soto. Saya juga mungkin bicara seperti ini karena saya dari Jawa ha-ha-ha,” ujar Tuti diiringi tawa. Lebih lanjut, Tuti mengatakan, soto kemungkinan mendapat pengaruh dari sup yang dibawa Belanda. ”Soto itu mirip dengan sup, yakni terdiri dari cairan kaldu dan isi. Soto kemungkinan pengembangan dari sup. Namun, bumbunya adalah bumbu tradisional,” ujarnya.

Antropolog dari Universitas Gadjah Mada, Dr Lono Simatupang, tidak setuju dengan pandangan Tuti. Dia menegaskan bahwa soto tidak meminjam tradisi Barat. Menurut dia, soto merupakan campuran dari berbagai macam tradisi. Di dalamnya ada pengaruh lokal dan budaya lain. Mi atau soun pada soto, misalnya, berasal dari tradisi China. ”China-lah yang memiliki teknologi membuat mi dan soun,” ujarnya.

Soto juga kemungkinan mendapat pengaruh dari budaya India. Ada beberapa soto yang menggunakan kunyit. ”Ini seperti kari dari India,” ujarnya. Karena soto merupakan campuran dari berbagai tradisi, ungkap Lono, asal usulnya menjadi sulit ditelusuri. Soto itu seperti dangdut yang mendapat pengaruh dari berbagai tradisi. ”Ya, sudah kita terima saja.”

Bagaimana soto bisa menyebar ke berbagai daerah di Indonesia? Secara antropologi, sebuah makanan menyebar seiring dengan penyebaran manusia. Makanan yang tersebar itu kemudian bisa diterima di tempat lain. Selain itu, makanan juga menyebar karena ada proses industri. Penyebaran ini, lanjut Lono, diikuti dengan upaya pelokalan. Proses pelokalan soto mungkin sama seperti pelokalan Islam maupun Kristen di Indonesia. Inilah yang mengakibatkan muncul berbagai jenis soto di Indonesia.

Ditelusuri
Asal usul soto dan penyebarannya memang baru sebatas kemungkinan. Pasalnya, sumber-sumber yang ditanyai mengatakan, sejauh ini belum ada penelitian mendalam khusus mengenai soto. Mengapa itu terjadi? Bondan berpendapat, bangsa Indonesia belum menganggap makanan sebagai bagian dari kekayaan budaya. ”Makanan masih dianggap sesuatu yang sepele. Jadi, buat apa dipelajari sejarahnya,” kata Bondan.

Tuti menegaskan pentingnya menelusuri riwayat makanan Indonesia, termasuk soto. ”Ini kekayaan yang tidak ternilai harganya,” ujarnya. Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus berupaya menggali kekayaan makanan Indonesia berikut riwayatnya. ”Jika kita bisa mengungkap riwayat atau legenda di balik makanan, mungkin makanan yang biasa saja nilainya akan jauh lebih mahal. Ini telah dilakukan Pemerintah Thailand dan berhasil,” tambahnya.

Lono berpendapat, upaya penggalian riwayat makanan Indonesia boleh-boleh saja dilakukan. ”Kalau memang makanan itu ingin dijual, penggalian informasi dan pengemasan memang perlu dilakukan. Tapi, kalau semua diorientasikan dalam rangka untuk jualan, ya itu tidak baik juga,” katanya.

Ya, dari pada pusing-pusing mikirin riwayat soto yang belum jelas, mending kita nyoto sambil mendengarkan musik dangdut. Sip, kan?

BSW
© 2008 Kompas
denmasgoesyono
denmasgoesyono

Jumlah posting : 127
Join date : 27.01.08

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik