warga purbalanjar
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Salak Banjarnegara Melanglang Asia

Go down

Salak Banjarnegara Melanglang Asia Empty Salak Banjarnegara Melanglang Asia

Post  tahenk Mon Dec 19, 2011 12:43 am

* Oleh Castro Suwito

SALAK merupakan salah satu komoditas andalan Kabupaten Banjarnegara. Itulah salak pondoh nglumut, yang manis dan besar. Selama ini, salak itu menyebar ke berbagai wilayah di dalam negeri.

Luas lahan kebun salak di Banjarnegara 7.400 hektare yang tersebar di 16 kecamatan dari 20 kecamatan. Rata-rata produksi sekitar 228.236 ton/tahun. Tak mengherankan jika setiap hari berton-ton salak dikirim ke beberapa kota besar di Indonesia.

Namun pasar buah salak di dalam negeri sa­ngat fluktuatif karena harga salak mudah terpengaruh oleh buah-buahan lain, terutama mangga dan rambutan. Belum lagi serbuan buah-buahan impor, seperti jeruk sintang dan kelengkeng. Saat buah-buahan itu membanjiri pasar, harga salak langsung anjlok hingga titik terendah.

Sejak Agustus 2010, petani salak mengekspor ke Singapura melalui kemitraan dengan PT Alamanda Sejati Utama yang bermarkas di Bandung. Namun erupsi Gunung Merapi menjelang akhir 2010 mengakibatkan kerusakan perkebunan salak di Magelang dan Sleman, sehingga pasokan salak ekspor pun beralih ke Banjarnegara.

Sampai saat ini, ekspor salak dari Ban­jarnegara masih disuplai oleh Kelompok Tani Ngudi Rahayu I. Dalam seminggu kelompok itu mengirim dua kali dengan volume antara 500 kg dan 1,5 ton. ”Sampai sekarang permintaan dari Singapura masih mengalir. Dari China sudah berhenti setahun lalu,” kata Ketua Kelompok Tani Ngudi Luhur I, Rusdiarto.

Dia menuturkan pasar ekspor lebih menguntungkan ketimbang pasar lokal. Karena diterapkan harga flat Rp 9.000/kg yang jauh di atas harga pasar domestik maksimal Rp 7.000/kg. Namun kualitas ekspor memiliki spesifikasi khusus, yakni berbentuk bulat dan besar. ”Yang runcing mudah rusak di bagian ujung, sedang­kan ukurannya besar, 1 kg berisi sekitar 14 buah salak,” ujarnya.

Dengan spesifikasi itu, hanya 30% produksi salak dari lahan 7,3 hektare milik anggota kelompoknya yang memenuhi spesifikasi ekspor. Selebihnya, dipasarkan untuk konsumsi dalam negeri.

Respons Bagus

Dia mengemukakan respons pasar di Negeri Singa sangat bagus. Terbukti, tim Agri-Food and Veterinery Authority (AVA) Singapura, pertengahan April lalu, berkunjung ke perkebunan salak di Madukara. ”Mereka melihat proses produksi dan pascaproduksi. Mereka sangat tertarik dan berniat meningkatkan kerja sama ekspor salak,” katanya.

Sementara itu, penyuplai buah Suryanto Fresh Banjarnegara, Muh Sigit Suryanto, mengemukakan pasar ekspor buah tropis masih sangat terbuka. Namun selama ini ekspor masih dilakukan perusahaan besar di luar Ban­jarnegara. ”Banjarnegara sentra salak, tetapi mengapa yang mengekspor orang lain?”

Dia mengakui selama menjadi penyuplai buah-buahan ke jaringan Matahari Group di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Dan, saat ini, sedang menjajaki kerja sama dengan pengusaha dari Singapura untuk ekspor salak. ”Kita sudah kirim sampel ke calon buyer di Singapura, tinggal menunggu kesepakatan dalam waktu dekat,” ujarnya.

Dia menuturkan Singapura merupakan pintu utama untuk bisa menembus pasar dunia. Bukan rahasia lagi banyak broker produk holtikultura berasal dari negara itu. ”Kalau sudah bisa masuk Singapura, pasti mudah menyebar ke negara lain. Singapura itu kunci untuk membuka pasar ekspor,” tutur dia.

Sigit pun kini sudah membuat jaringan de­ngan beberapa kelompok tani produsen salak, terutama di Desa Gununggiana, Madukara. Pasalnya, salak produksi desa itu paling unggul. ”Selain ukurannya, rasanya lebih manis dan warnanya lebih menarik,” ujarnya.

Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan Waluyo mengemukakan salah satu prasyarat salak untuk ekspor, yakni petani menerapkan standard operating procedure (SOP) dan good agriculture practice (GAP). Karena, pasar ekspor sangat mengutamakan mutu baik dari praproduksi, produksi hingga pascaproduksi. ”Apa yang dilakukan kelompok Tani Ngudi Luhur I sudah bagus sesuai dengan SOP dan GAP,” katanya.

Belum Optimal

Selain itu, lahan produksi juga harus mendapatkan register dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah. Padahal, saat ini dari total luas lahan kebun salak 7.400 hektare, baru sekitar 204,2 hektare yang diregistrasi. Dengan perincian, 166,7 hektare di Madukara dan 37,5 hektare di Banjarmangu.

Untuk menuju pasar ekspor, dia terus mendorong petani untuk meregistrasikan lahan. Jadi produk petani bisa berkualitas super untuk memenuhi permintaan ekspor.

Ketua Forum for Economic Development and Employment Promotion Banjarnegara, Lustono, menyatakan ekspor salak yang dilakukan petani belum optimal. Dan, itu pun belum dilakukan petani. ”Itu masih coba-coba karena jumlahnya masih sedikit,” katanya.

Dia mengemukakan sudah semestinya ekspor salak dilakukan pengusaha Ban­jarnegara. Karena itu menjadi kewajiban pemerintah untuk mendampingi dan mencarikan pasar internasional. Yang dibutuhkan, fasilitasi dari pemerintah untuk memberikan informasi peluang pasar. ”Ini sudah kami sampaikan saat pertemuan dengan Ditjen Pertanian,” kata Ketua STIE Taman Siswa Banjarnegara itu.

Dia menyatakan ekspor salak dari Ban­jarnegara merupakan imbas dari erupsi Merapi menjelang akhir 2010, yang merusak perkebunan salak di Magelang dan Sleman. Aki­batnya, ekspor salak dari kedua daerah di lereng Merapi itu terhenti. Namun momentum itu dimanfatkan peng­usaha di Ban­jar­negara. ”Seha­rusnya bisa mencari pasar lain, sehingga ketika perkebunan salak di Magelang dan Sleman pulih, salak dari Banjarnegara sudah memiliki pasar sendiri.” (51)



sumber: suaramerdeka.com
tahenk
tahenk

Jumlah posting : 2009
Join date : 27.01.08
Lokasi : Jakarta Selatan

http://tahenk.multiply.com/

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik