warga purbalanjar
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Mengemas Ujungan Menjadi Sendra Tari

Go down

Mengemas Ujungan Menjadi Sendra Tari Empty Mengemas Ujungan Menjadi Sendra Tari

Post  tahenk Sun Oct 07, 2012 8:05 pm

*Komodifikasi Tradisi

DI tengah suasana panas dan kering, Jumat (5/10) lalu ratusan warga berkumpul di lapangan Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Banjarnegara. Tatapan mata tajam Inong (40) dan Munarto (42) saling beradu. Tangan kanan mereka, memegang tongkat rotan kuning kecoklatan.

Pada pangkal tongkat, terdapat sebuah tali yang diikatkan di pergelangan tangan. Di kepala keduanya terdapat sebuah pelindung menyerupai helm, yang terbuat dari rangkaian ijuk dan busa yang dibungkus kain. Di pinggang dan tangan kiri mereka, terlilit gejer berupa kain batik khas Desa Gumelem Wetan. Ketika gamelan ditabuh, tubuh keduanya bergoyang mengikuti irama musik, sambil sesekali mengayunkan tongkat. Sementara itu, seorang wlandhang (wasit) dan dua pembantunya juga ikut menari mengikuti musik gamelan yang ritmis. Ketika peluit ditiup tanda pertarungan dimulai, dua orang itu saling mendekati, sembari tetap mengayunkan tongkat. Masing-masing menantikan saat yang tepat untuk mengait kaki lawan.

Sejurus kemudian, mereka pun saling balas pukulan. Bukannya merasa kesakitan, Inong dan Munarto kembali berjoged mengitari arena pertandingan. Setelah itu, adu pukul pun kembali mereka lakukan. Debu-debu kembali beterbangan akibat gerakan ritmis mereka. Itulah sepintas ritual ujungan yang digelar warga Desa Gumelem Wetan. Ritual ini diadakan untuk memanggil hujan, karena kemarau panjang. Menurut peneliti dari Universitas Sebelas Maret, Profesor Dr H Bani Sudardi, M Hum, tradisi ujungan yang dimulai sejak abad ke-17 itu memiliki karakter serupa dengan seni Tabuh Ra dari Bali. ‘’Kesenian ini, memiliki karakter harus menumpahkan darah untuk mengusir kekuatan jahat.

Bedanya, Tabuh Ra yang beradu adalah dua ekor ayam. Adapun ujungan, yang beradu adalah manusia,’’kata dia. Kemarau Panjang Dia mengatakan, ujungan bermula dari kisah pada masa Kademangan Gumelem. Waktu itu di daerah itu terjadi kemarau panjang. Petani pun berkelahi pukul-pukulan berebut air. Kejadian itu diketahui oleh abdi dalem Kademangan Gumelem, Ki Singa Kerti dan dilaporkan ke Ki Ageng Gumelem.

‘’Petani yang berkelahi pun diadu oleh keduanya. Ki Singa Kerti dan Ki Ageng Gumelem lalu melakukan ujung atau semedi meminta kepada Allah agar turun hujan. Tak lama kemudian, hujan turun,’’ kata sesepuh desa, Kasrowi. Ritual ujungan kali ini, kata Kepala Desa Gumelem Wetan, Budi Sulistyo adalah kali kedua dalam bulan ini. Dan ini baru digelar sejak sepuluh tahun lalu. Siang itu mempertandingkan sepuluh pertandingan. ‘’Setiap warga boleh mencoba bertanding. Minimal untuk mengetahui caranya. Ujungan akan terus dilakukan setiap Jumat, hingga hujan datang.’’kata dia. Agar menarik perhatian wisatawan, Budi berencana mengemas kesenian ini sebagai pertunjukan. Berbeda dengan ritual yang selama ini dilakukan.

Dia mencontohkan, pada Parade Seni Budaya Kabupaten Banjarnegara 1 September lalu, dia mengemas seni ini dalam bentuk sendra tari. Hal itu ternyata memunculkan kekaguman masyarakat. ‘’Jika ada turis asing datang ke sini, kami bisa menyuguhkan ujungan dalam bentuk sendra tari. Unsur gebuk-gebukan hanya dibagian tubuh yang tidak vital dan tidak menyebabkan sakit. Tapi seragam, dan bentuknya masih tetap dipertahankan,’’ucapnya.

Budi menambahkan, pentas dalam rangka ritual tradisi sesungguhnya hanya bisa dilakukan di saat musim kemarau. Hal itu belum tentu menarik wisatawan asing. Pasalnya mereka cenderung tidak suka melihat adegan kekerasan. ‘’Jadi kemasannya lebih mengacu ke keseniannya,’’ kata dia.

#suaramerdeka
tahenk
tahenk

Jumlah posting : 2009
Join date : 27.01.08
Lokasi : Jakarta Selatan

http://tahenk.multiply.com/

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik