Perajin Caping Desa Banjarsari Kian Langka
Halaman 1 dari 1
Perajin Caping Desa Banjarsari Kian Langka
#Potensi Unggulan yang Kini Dianggap Tak Menjajikan
PADA zaman modern ini perajin caping di Desa Banjarsari, Kecamatan Ajibarang kian langka. Kini tinggal beberapa orang saja yang masih menekuni profesi jadi perajin caping. Itupun rata-rata sudah berusia senja. Alasan semakin berkurangnya perajin caping di Desa Banjarsari karena para generasi muda kebanyakan lebih memilih profesi lain ketimbang meneruskan orangtuanya menjadi perajin caping.
“Anak-anak muda sekarang pada tidak mau belajar buat caping. Lebih suka bekerja yang lebih menjanjikan daripada membuat caping. Akibatnya generasi penerus pembuat caping nyaris tidak ada. Soalnya kondisi ekonomi sekarang berbeda dengan dulu. Kalau sekarang barang kebutuhan pokok serba mahal. Untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, tak bisa lagi mengandalkan dari jualan caping,” kata Salam (50) perajin caping asal RT 1 RW 7, Minggu (3/3).
Padahal kerajinan caping atau alat penutup kepala bagi para petani merupakan aset unggulan Desa Banjarsari selain sangkar burung. Menurut Salam, ia menekuni kerajinan caping mengikuti jejak orangtuanya. “Saya ini generasi ketiganya,” ujarnya.
Satu caping ia jual seharga Rp 15 ribu, dipasarkan ke Pasar Karanglewas. Tiap hari pasaran, kata dia, mampu menjual 10 biji caping buatannya. Selain dianggap tak menjanjikan, membuat caping terbilang cukup rumit. Dari penuturan Salam, setiap harinya rata-rata hanya menyelesaikan dua caping.
Meski begitu, Salam masih berbangga hati, seorang anaknya, Ristam (33) terkadang membantunya membuat caping. “Ya, saya kalau lagi tidak ada gawean membantu ayah saya membuat caping. Tapi kalau dijadikan profesi saya kelak, rasanya tidak. Hasilnya kurang menjanjikan,” ujarnya.
>>>satelitpost
PADA zaman modern ini perajin caping di Desa Banjarsari, Kecamatan Ajibarang kian langka. Kini tinggal beberapa orang saja yang masih menekuni profesi jadi perajin caping. Itupun rata-rata sudah berusia senja. Alasan semakin berkurangnya perajin caping di Desa Banjarsari karena para generasi muda kebanyakan lebih memilih profesi lain ketimbang meneruskan orangtuanya menjadi perajin caping.
“Anak-anak muda sekarang pada tidak mau belajar buat caping. Lebih suka bekerja yang lebih menjanjikan daripada membuat caping. Akibatnya generasi penerus pembuat caping nyaris tidak ada. Soalnya kondisi ekonomi sekarang berbeda dengan dulu. Kalau sekarang barang kebutuhan pokok serba mahal. Untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, tak bisa lagi mengandalkan dari jualan caping,” kata Salam (50) perajin caping asal RT 1 RW 7, Minggu (3/3).
Padahal kerajinan caping atau alat penutup kepala bagi para petani merupakan aset unggulan Desa Banjarsari selain sangkar burung. Menurut Salam, ia menekuni kerajinan caping mengikuti jejak orangtuanya. “Saya ini generasi ketiganya,” ujarnya.
Satu caping ia jual seharga Rp 15 ribu, dipasarkan ke Pasar Karanglewas. Tiap hari pasaran, kata dia, mampu menjual 10 biji caping buatannya. Selain dianggap tak menjanjikan, membuat caping terbilang cukup rumit. Dari penuturan Salam, setiap harinya rata-rata hanya menyelesaikan dua caping.
Meski begitu, Salam masih berbangga hati, seorang anaknya, Ristam (33) terkadang membantunya membuat caping. “Ya, saya kalau lagi tidak ada gawean membantu ayah saya membuat caping. Tapi kalau dijadikan profesi saya kelak, rasanya tidak. Hasilnya kurang menjanjikan,” ujarnya.
>>>satelitpost
Similar topics
» Di Desa Banjarsari, 100 Rumah Tak Layak Huni
» Desa Banjarsari Bangun Pabrik Pupuk Organik
» Perajin Batik Desa Limbarasari Lakukan Studi Banding
» Gas Langka, Kembali ke Kayu Bakar
» FFS 2012; Lewat Langka Receh, Anak Gunung Pertahankan Gelar
» Desa Banjarsari Bangun Pabrik Pupuk Organik
» Perajin Batik Desa Limbarasari Lakukan Studi Banding
» Gas Langka, Kembali ke Kayu Bakar
» FFS 2012; Lewat Langka Receh, Anak Gunung Pertahankan Gelar
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
|
|